Skip to main content

LOGISTIK DAN MANAJEMEN : MEMAHAMI PENGELOLAAN SAFETY STOCK



A.  Memahami Persediaan Pengaman
Terkadang pengiriman persediaan atau barang yang dibutuhkan perusahaan dari pemasok terlambat sehingga perusahaan membutuhkan persediaan pengaman (safety stock) untuk mencegah kondisi dimana perusahaan kehabisan stok (stock out). 


Tentunya akan sangat merugikan jika perusahaan kehabisan stok persediaan sementara masih terdapat permintaan, terlebih jika permintaan tersebut dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini akan membuat perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan dan juga kehilangan kepercayaan konsumen sehingga mengakibatkan modal tidak produktif.


Di sisi lain, perusahaan harus mengelola persediaan atau inventory secara lebih cermat ketika pengiriman tiba lebih cepat karena ada kemungkinan pengiriman yang lebih cepat tersebut harus disimpan sebelum digunakan. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya jumlah inventori yang berlebihan (over stock).


Sementara itu, terdapat kemungkinan juga jumlah kebutuhan persediaan atau inventory aktual dapat melebihi jumlah yang diperkirakan akibat perubahan pola kebutuhan konsumen atau munculnya permintaan baru secara dadakan.


Demi menjamin operasional perusahaan terus berjalan, lead time pengiriman bervariasi dan pengisian persediaan atau inventory belum terlaksana maka kekurangan dari inventori harus dibantu dengan persediaan cadangan atau pengaman (safety stock).


Penyebab terjadinya variasi lead time antara lain seperti keadaan alam, prosedur administrasi dan pabean, terjadi kelangkaan barang di pasar dan jadwal transportasi terbatas. Sedangkan penyebab dari jumlah kebutuhan yang bervariasi adalah proyeksi atau peramalan yang kurang efektif, bencana alam (misal mengakibatkan meingkatnya permintaan obat dan sembako), perubahan dari pola konsumsi masyarakat, dan adanya produk subtitusi atau produk sejenis dari kompetitor/pesaing.




B.  Metode Perhitungan
Pengelolaan safety stock merupakan sesuatu yang tidak kalah pentingnya dalam menjaga operasional perusahaan tetap lancar. Pengelolaan safety stock atau persediaan pengaman yang baik tentunya tidak lepas dari tingkat akurasi peramalan yang di buat oleh manajemen perusahaan sehingga akan melahirkan angka persediaan pengaman yang juga memiliki akurasi yang tinggi. Dalam penentuan jumlah safety stock, terdapat beberapa metode yang sering digunakan perusahaan, yaitu sebagai berikut :
  

1.   Metode Konservatif
Metode konservatif atau dapat dikatakn juga cara lama dalam mengukur tingkat safety stock dengan menggunakan angka pemakaian atau penjualan per periode dan lead time  rata – rata per periode beserta angka tertingginya dari masing – masing variabel tersebut. Lebih jelasnya seperti contoh berikut :

Pemakaian Rata – rata (P)     = 1.000 unit/hari
Lead Time Rata – rata (L)       =  8 hari
Pemakaian Terbesar (Pmaks) =  1.500 unit/hari
Lead Time Terlama (Lmaks)   =  12 hari

Maka :

ROP (Re-Order Point) = Pmaks x Lmaks
                                       = 1.500 x 12
                                       = 18.000 unit

Safety Stock                   = ROP – (P x L)
                                       = 18.000 – (1.000 X 8)
                                       = 10.000 unit


2.   Metode Persentase
Metode ini digunakan dengan dukungan pengalaman dari pihak manajemen dalam menaksir jumlah persediaan pengaman berdasarkan pengalaman atau data masa lalu dan sekarang. Misalnya jika lead time sejak pemesanan hingga penerimaan barang merupakan 8 hari dalam sebulan atau sekitar 26,7%, maka persentase safety stock ditentukan sebesar 26,7% dari kebutuhan. 


Artinya jika nantinya terjadi keterlambatan penerimaan bahan baku sementara masih terdapat permintaan, maka perusahaan masih mampu memenuhi permintaant dengan safety stock yang dimiliki untuk 8 hari ke depan. Lebih jelasnya ialah sebagai berikut dengan menggunakan jumlah pemakaian rata – rata dan lead time rata – rata yang sama pada soal di metode pertama :

Persentase Safety Stock ditentukan oleh manajemen sebesar 26,7%, maka : 

Safety Stock    = 26,7% x (P x L)
                        = 16,7% x (1.000 x 8)
                        = 2.136 unit

ROP               = (P x L) + Safety Stock
                        = (1.000 x 8) + 2.136
       = 10.136 unit


3.   Service Level
Service Level adalah ukuran kinerja dari sebuah sistim, khususnya kinerja divisi atau bagian di dalam suatu perusahaan untuk memenuhi keinginan konsumen atau customer-nya. Yang dimaksud customer dalam pembahasan service level disini ialah bagian lain yang membutuhkan pelayanan dari sebuah divisi atau bagian. 


Apabila perusahaan tidak dapat mengukur kinerjanya sendiri, tentu tidak mungkin perusahaan akan mampu melakukan evaluasi dan perbaikan untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja perusahaan ini harus memiliki kejelasan, dapat diukur dan dapat dicapai.


Dalam kaitannya dengan bagian inventory perusahaan, service level merupakan ukuran seberapa baik bagian tersebut mampu mengisi kembali tingkat persediaan atau inventory, atau tingkat pemenuhan kebutuhan inventori dari bagian lain yang membutuhkan di dalam perusahaan.


Terdapat suatu periode atau situasi dimana inventori barang jadi tidak dapat memenuhi kebutuhan penjualan sehingga memerlukan waktu tambahan bagi konsumen untuk menunggu pengiriman di periode berikutnya. Terdapat juga situasi dimana bahan mentah yang dimiliki perusahaan telah habis sehingga kegiatan produksi terhambat atau terhenti. Atau ada juga kondisi ketika pemasok tidak mampu mengirim bahan mentah karena jumlah persediaannya tidak mencukupi.


Oleh sebab itu, perusahaan membutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui seberapa baik kinerja perusahaan dalam melayani kebutuhan konsumennya melalui ketersediaan inventory, yaitu yang disebut dengan service level sebagai alat ukur. Angka service level ini ditentukan oleh pihak manajemen perusahaan, dan untuk mengetahui safety stock menggunakan metode ini maka :

1)  Ketahui terlebih dahulu kebutuhan dan kebutuhan rata – rata
2)  Hitung standard deviasinya.
3) Mengkalikan standard deviasi dengan angka safety factor berdasarkan service level yang ditentukan manajemen perusahaan.

Semoga bermanfaat ya...:-)

Comments

Popular posts from this blog

AKUNTANSI BIAYA : PENCATATAN BAHAN SISA (SCRAP)

A.   Bahan Sisa ( Scrap ) Scrap merupakan bahan baku sisa, terdiri dari bahan baku sisa atau tertinggal sewaktu pelaksanaan proses produksi dan bahan baku cacat atau bahan baku yang rusak karena kecerobohan atau kealaian karyawan. Bahan baku sisa yang mempunyai nilai ekonomis sebaiknya disimpan dan dikumpulkan walaupun tidak ada biaya yang dibebankan ke persediaan bahan baku sisa tersebut. Hasil dari penjualan persediaan bahan baku sisa dapat dipertanggungjawabkan dengan berbagai cara. Misalnya, sebagai penambah penjualan, berubah penjualan bahan baku sisa atau bahan sisa hasil dari manufaktur produk. Contohnya seperti panjang dan pendek dari operasi kayu, tepi dari operasi plastik molding , dan usang kain serta akhir pemotongan dari operasi sesuai keputusan. Scrap terkadang dapat dijual dengan jumlah yang relatif kecil. Dalam arti bahwa memo mirip dengan produk sampingan. Letak perbedaannya ialah memo muncul sebagai sisa dari manufaktur proses dan bukan merupak

ANALISIS DAN PERSPEKTIF : CARA ANALISIS YIELD CURVE BESERTA INTERPRETASINYA

A.   Mengenal Yield Curve Sebelum melanjutkan, sebagai penulis ingin mengingatkan untuk tidak ikut andil dalam pemberian dan penerimaan return yang satu ini sebab keharamannya . Akan tetapi, menurut penulis cukup di ambil ilmunya saja untuk dimanfaatkan dalam proses analisa ekonomi terkait kepentingan tertentu lainnya yang tidak melanggar syariat ya. Yield curve merupakan suatu kurva atau grafik yang memberikan informasi kepada para stakeholder terkait indikasi return dari intrumen keuangan bond (obligasi), bukan James bon ya. Hehe. Secara lebih teknis, Robert Ang (1995) menjelaskan yield curve   adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara term to maturity dan yield to maturity suatu obligasi. Term to maturity (TTM) merupakan masa sisa hidup suatu obligasi, sedangkan yield to maturity (YTM) seperti yang kita ketahui merupakan tingkat yield (hasil) yang berlaku dipasar (Robert Ang, 1995). Angka Yield ini pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu :

ANGGARAN PERUSAHAAN : ANGGARAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG

A.   Definisi Anggaran Tenaga Kerja Langsung Anggaran tenaga kerja langsung merupakan perencanaan rinci mengenai biaya tenaga kerja langsung yang akan dibayarkan dn disusun berdasarkan departemen produksi untuk periode yang akan datang. Untuk kepentingan penyusunan anggaran dan perhitungan harga pokok maka tenaga kerja dibedakan dalam dua jenis tenaga kerja, yaitu : 1. Tenaga kerja langsung ( direct labor ), yaitu tenaga kerja yang mana kegiatannya berhubungan langsung dengan produk akhir yang dihasilkan atau terlibat langsung langsung dalam proses produksi. Umumnya, biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja langsung ini bersifat variabel. 2.   Tenaga kerja tidak langsung ( indirect labor ), yaitu tenaga kerja yang kegiatannya tidak langsung berhubungan atau tidak terlibat lansung dalam proses produksi. Umumnya, biaya yang berhubungan dengan indirect labor ini bersifat semivariabel. B.   Faktor Yang Mempengaruhi Anggaran tenaga kerja ini disusun dengan