A. Seputar Perusahaan
Bank
BRI Syariah tbk merupakan anak usaha dari bank BRI dan berkedudukan di Jakarta,
Indonesia. Awalnya didirikan dengan nama PT. Bank Jasa Arta (BJA) berdasarkan
Akta Pendirian No.4 tanggal 3 April 1969 yang dibuat dihadapan Liem Toeng Kie,
SH.H, Notaris di Jakarta. Akta pendirian ini disahkan oleh Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. J.A 5/70/4 tanggal 28 Mei 1970 dan
telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 43 tanggal 28 Mei
1971. Tambahan No. 242/1971.
Munculnya
bank BRI syariah ini sebagai jawaban dari adanya berbagai permintaan akan
produk finansial syariah dari masyarakat yang semakin bertumbuh. Bagi
perusahaan, tentu ini menjadi suatu potensi bisnis tersendiri yang dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Akan tetapi, apakah ini benar – benar syariah
atau hanya sekedar namanya saja? Menurut penulis perlu dipelajari dan
ditelusuri lebih lanjut. Sebab perkara syariah ini sangat krusial karena
menyangkut tanggungjawab akhirat.
B. Potensi Bisnis Ke Depannya
Perlu
diketahui 3 segmen operasi BRI syariah ini yaitu segmen komersil yang melayani perusahaan - perusahaan besar seperti BUMN maupun swasta
yang tentunya dapat memberikan efek trickle-down
business bagi segmen ritel, kemudian ada segmen ritel yang mencakup pembiayaan produktif UKM yang tentunya
memiliki potensi untuk berkembang dan kredibilitas yang baik, dan segmen konsumer dimana fokusnya dalam
pemenuhan kebutuhan nasabah terkait Kepemilikan rumah dan Kepemilikan Multi
Faedah (KFM).
Tercatat
pertumbuhan bisnis BRI syariah mengalami pertumbuhan yang baik di tahun 2019,
yaitu tercermin dari pembiayaan BRI syariah yang mengalami peningkatan sebesar
25,29% menjadi Rp 27,38 triliun di tahun 2019 dari Rp 21,86 triliun di tahun
2018. Tidak menutup kemungkinan ke depannya produk syariah dari perusahaan ini
akan semakin diminati oleh nasabah atau customer.
Potensi
cerahnya masa depan produk syariah ini pun bukan sekedar isapan jempol belaka
mengingat semakin gencarnya kegiatan ceramah dan berbagai organisasi keagamaan
yang secara tidak langsung juga mensosialisasikan produk – produk syariah,
selain tentunya juga karena mengingat mayoritas penduduk di Indonesia merupakan
Muslim.
Selain itu, juga berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga terkait
pun ikut mempengaruhi jumlah permintaan akan produk syariah. Walaupun sekali
lagi, penulis ingin mengingatkan bahwa apakah itu benar – benar syariah atau hanya syariah namanya saja, itu
merupakan hal yang perlu ditelusuri lagi.
C. Risiko Yang Perlu Diketahui
Di
balik prospeknya yang cerah, tentunya terdapat risiko yang dihadapi oleh
perusahaan selaku perbankan syariah. Umumnya ialah terkait imbal hasil yang
ditawarkan. Pada umumnya, produk perbankan syariah ini memiliki risiko yang
lebih tinggi ketimbang perbankan konvensional.
Seperti
misalnya produk investasi syariah dengan sistim bagi hasil dimana memiliki
risiko kerugian apabila pengelolaan terkait produk tersebut gagal dikelola oleh
pihak bank alias risiko ditanggung bersama, sementara jika pada bank
konvensional meskipun pihak perbankan gagal mengelolanya tetap saja pihak bank
berkewajiban membayar return yang
dijanjikan dalam bentuk bunga beserta pokoknya alias risiko ditanggung oleh
pihak peminjam atau bank.
Selain
itu, perlu juga diperhatikan risiko umum perusahaan seperti risiko gagal bayar
pembiayaan akibat ketidakmampuan keuangan debitur atau mengalami kerugian dan
lain – lain. Mengingat saat ini pun berbagai hantaman terhadap perekonomian
masih terasa seperti efek perang dagang yang dibawa oleh Donald Trump hingga
munculnya virus korona yang tentunya dapat mengganggu kegiatan bisnis yang juga
berpengaruh terhadap kemampuan bayar dan permintaan pendanaan akan pendanaan,
termasuk pendanaan syariah.
Semoga bermanfaat ya... :-)
Comments
Post a Comment