Skip to main content

ANALISIS DAN PERSPEKTIF : CONTOH ANALISIS PROSPEK EKONOMI



A.  Pertumbuhan Ekonomi dan Neraca Perdagangan
Kinerja ekonomi Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan dengan PDB sebesar 5,02% di tahun 2016, setelah sebelumnya di tahun 2015 hanya mencapai 4,88% akibat adanya penurunan kinerja ekspor seiring dengan menurunnya harga komoditas yang merupakan andalan Indonesia. 
 

Salah satunya komoditas batu bara dalam bursa CME Amerika Serikat yang terus mengalami penurunan sepanjang 2015 hingga tutup tahun di harga USD 42,85, bahkan berlanjut hingga pertengahan 2016 di harga USD 33,31. Sadar akan hal itu, di tahun 2016 Indonesia berhasil mencetak angka pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di 5,02% dengan mendongkrak komponen konsumsi rumah tangga. 


Berdasarkan data dari badan pusat statistik, penyumbang utama dari pertumbuhan ekonomi 2016 adalah konsumsi rumah tangga sebesar 56,50%, yang kemudian di ikuti oleh PMTB sebesar 32,57% dan komponen ekspor barang dan jasa 19,08%.


Hingga di tahun 2017 dunia khususnya Indonesia menghadapi tantangan baru yaitu dengan terpilihnya Presiden Donald Trump yang penuh dengan ketidakpastian, kebijakannya yang kontroversial, dan proteksionisme. 


Kemenangannya tidak hanya mengubah peta ekonomi-politik di dalam negeri AS saja, tetapi juga konstelasi internasional yang akhirnya akan berdampak pada Indonesia. 


Ketidakpastian dan proteksionisme ini menimbulkan kesan yang sangat spekulatif sehingga membuat investor cenderung menempatkan dananya pada aset rendah resiko dan memicu naiknya suku bunga AS yang memaksa dana asing keluar dari negara – negara berkembang khususnya Indonesia yang berakibat pertumbuhan ekonomi Indonesia tertahan di 2017 yang hanya sebesar 5,07%. 


Tidak hanya sampai disitu, tantangan dunia khususnya Indonesia semakin membesar di tahun 2018 atau lebih tepatnya pada tanggal 22 Maret 2018 di mana Presiden Donald Trump mengumumkan niatnya untuk mengenakan tarif sebesar USD 50 miliar untuk barang – barang Tiongkok dengan alasan praktik perdagangan yang di lakukan dengan AS selama ini tidak adil dan adanya pencurian kekayaan intelektual AS oleh Tiongkok. 


Tentunya hal tersebut di respon oleh pemerintahan Xi Jinping dengan menerapkan tarif untuk lebih dari 128 produk AS, di mana 2 diantaranya adalah daging babi yang akan dikenakan tarif impor sebesar 25% dan 15% untuk produk buah kering dan segar. Tidak hanya itu, Donald Trump pun sempat mengancam untuk mencabut fasilitas GSP bagi Indonesia dengan alasan merugikan pihak AS. 


Tentunya ini sangat merugikan bagi Indonesia mengingat Cina dan Amerika merupakan tujuan ekspor utama dan terbesar untuk Indonesia hingga saat ini, yang dapat kita lihat pada bulan Desember berdasarkan data Badan Pusat Statistik dimana ekspor Indonesia ke Cina dan Amerika masing – masing sebesar USD 1.669,1 juta dan USD 1.484,4 juta. 


Meskipun begitu, kebijakan GSP yang dikeluhkan oleh Donald Trump bukan sekedar emosi sesaat belaka. Sebab akibat dari fasilitas GSP ini, Amerika mengalami defisit dagang sebesar USD 56,6 Milyar di Januari 2018 yang juga merupakan defisit terbesar semenjak tahun 2008.


Ancaman eksternal yang di buat oleh Donald Trump ini tentunya akan sangat berdampak pada pasar ekspor Indonesia yang juga akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia. Salah satunya yang telah kita rasakan terkait harga tiket pesawat yang naik tajam akibat cash outflow yang mendongkrak nilai tukar dolar hingga sempat ke level 15.325 rupiah pada tanggal 11 Oktober 2018. 


Pada akhirnya semua itu membuat capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018 sebesar 5,17% berdasarkan pernyataan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang dikutip oleh CNBC Indonesia, sekaligus membuktikan intevensi pemerintah yang intensif dan daya tahan Indonesia yang cukup kuat. 


Meskipun perang dagang masih eksis hingga sekarang, setidaknya sedikit mereda melihat perkembangan negosiasi antara kedua belah pihak yang begitu intensif dalam mencari win win solution, bahkan Presiden Donald Trump sendiri menunda kebijakannya untuk mengenakan tarif impor kepada Cina sebanyak 2 kali. Akan tetapi ketidakpastian masih tetap menghantui pasar terkait penyelesaian konflik dagang tersebut.




B.  Kinerja Mata Uang Garuda
Secara tahunan kinerja mata uang garuda terhadap dolar AS terus mengalami penurunan dari level terbaiknya di 8.500 rupiah (01/07/2011) seiring dengan membaiknya perekonomian Amerika semenjak krisis subprime morgage di tahun 2008. 


Secara bulanan, rupiah terlihat sejak januari 2018 terus mengalami penurunan hingga mencapai level 15.216,5 rupiah (21/10/2018), sebelum akhirnya mulai menguat ke 14.952,5 rupiah (28/10/2018) seiring dengan kekawatiran tren kenaikan suku bunga yang mereda. 


Secara harian, kinerja rupiah mulai menunjukkan tren kenaikan semenjak 30 Oktober 2018 (Rp 15.223/dolar AS) hingga sekarang (15/03/2019) di harga 14.259 rupiah. Meskipun break up level resisten 14.232, akan tetapi masih menunjukkan tren penguatan dalam jangka menengah, namun tetap harus berhati – hati mengingat dalam 3 bulan terakhir terlihat trendless.
  


C.  Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019
Kinerja mata uang rupiah sangat erat kaitannya dengan kinerja ekonomi Indonesia, mengingat perdagangan internasional sangat gencar di lakukan oleh Indonesia, khususnya dengan Tiongkok dan Amerika Serikat. 


Ketika kedua negara tujuan ekspor Indonesia terbesar ini saling bergulat sakit, maka Indonesia pun ikut menjadi korban dan sakit. Indonesia pun akan kehilangan permintaan dari kedua negara tersebut, investor akan cenderung melakukan profit taking dan beralih ke aset safe haven di mana salah satunya dolar yang semakin membuat cadangan devisa memburuk yang pada akhirnya membuat rupiah terpuruk yang mengakibatkan defisit perdagangan semakin lebar dan berujung pada terganggunya kinerja ekonomi Indonesia. Untuk itu, penulis mencoba untuk melihat prospek ekonomi Indonesia di 2019 berdasarkan korelasi antar dua variabel dengan rincian data sebagai berikut :

1.   Tahun 2016 PDB 5,02% kurs -2,29%  ((13.472,5 – 13.788)/13.788)*%
2.   Tahun 2017 PDB 5,07%, kurs -0,42% ((13.415,5 – 13.472)/13.472)*%
3.   Tahun 2018 PDB 5,17%, kurs 7,19% ((14.380 – 13.415)/13.415)*%

       

Berdasarkan data diatas, maka hasilnya menunjukkan korelasi yang kuat sebesar 98,9% dengan probabilitas sebesar 90,7% atau alpha 9,3%. Secara teknikal, melihat pergerakan rupiah secara tahunan yang masih menunjukkan penurunan dengan potensi tren tersebut masih terus berlanjut yang ditandai oleh adanya indikasi pembentukan cup and handle kedua, maka kemungkinan pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 pun penulis memproyeksikan mengalami penurunan. 

 
Secara statistika, dengan asumsi pergerakan rupiah secara rata – rata sebesar 340,5 per dolar atau 2,4% di tahun 2019, maka penulis memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,424% atau 5,4%.           

Comments

Popular posts from this blog

AKUNTANSI BIAYA : PENCATATAN BAHAN SISA (SCRAP)

A.   Bahan Sisa ( Scrap ) Scrap merupakan bahan baku sisa, terdiri dari bahan baku sisa atau tertinggal sewaktu pelaksanaan proses produksi dan bahan baku cacat atau bahan baku yang rusak karena kecerobohan atau kealaian karyawan. Bahan baku sisa yang mempunyai nilai ekonomis sebaiknya disimpan dan dikumpulkan walaupun tidak ada biaya yang dibebankan ke persediaan bahan baku sisa tersebut. Hasil dari penjualan persediaan bahan baku sisa dapat dipertanggungjawabkan dengan berbagai cara. Misalnya, sebagai penambah penjualan, berubah penjualan bahan baku sisa atau bahan sisa hasil dari manufaktur produk. Contohnya seperti panjang dan pendek dari operasi kayu, tepi dari operasi plastik molding , dan usang kain serta akhir pemotongan dari operasi sesuai keputusan. Scrap terkadang dapat dijual dengan jumlah yang relatif kecil. Dalam arti bahwa memo mirip dengan produk sampingan. Letak perbedaannya ialah memo muncul sebagai sisa dari manufaktur proses dan bukan merupak

ANALISIS DAN PERSPEKTIF : CARA ANALISIS YIELD CURVE BESERTA INTERPRETASINYA

A.   Mengenal Yield Curve Sebelum melanjutkan, sebagai penulis ingin mengingatkan untuk tidak ikut andil dalam pemberian dan penerimaan return yang satu ini sebab keharamannya . Akan tetapi, menurut penulis cukup di ambil ilmunya saja untuk dimanfaatkan dalam proses analisa ekonomi terkait kepentingan tertentu lainnya yang tidak melanggar syariat ya. Yield curve merupakan suatu kurva atau grafik yang memberikan informasi kepada para stakeholder terkait indikasi return dari intrumen keuangan bond (obligasi), bukan James bon ya. Hehe. Secara lebih teknis, Robert Ang (1995) menjelaskan yield curve   adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara term to maturity dan yield to maturity suatu obligasi. Term to maturity (TTM) merupakan masa sisa hidup suatu obligasi, sedangkan yield to maturity (YTM) seperti yang kita ketahui merupakan tingkat yield (hasil) yang berlaku dipasar (Robert Ang, 1995). Angka Yield ini pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu :

ANGGARAN PERUSAHAAN : ANGGARAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG

A.   Definisi Anggaran Tenaga Kerja Langsung Anggaran tenaga kerja langsung merupakan perencanaan rinci mengenai biaya tenaga kerja langsung yang akan dibayarkan dn disusun berdasarkan departemen produksi untuk periode yang akan datang. Untuk kepentingan penyusunan anggaran dan perhitungan harga pokok maka tenaga kerja dibedakan dalam dua jenis tenaga kerja, yaitu : 1. Tenaga kerja langsung ( direct labor ), yaitu tenaga kerja yang mana kegiatannya berhubungan langsung dengan produk akhir yang dihasilkan atau terlibat langsung langsung dalam proses produksi. Umumnya, biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja langsung ini bersifat variabel. 2.   Tenaga kerja tidak langsung ( indirect labor ), yaitu tenaga kerja yang kegiatannya tidak langsung berhubungan atau tidak terlibat lansung dalam proses produksi. Umumnya, biaya yang berhubungan dengan indirect labor ini bersifat semivariabel. B.   Faktor Yang Mempengaruhi Anggaran tenaga kerja ini disusun dengan